Cepak, Wayang
Golek
WAYANG GOLEK
CEPAK, atau Wayang Papak, disebut demikian karena bentuk bagian kepala
(mahkota, irah-irahan) wayang-wayangnya rata. Namun pada dasarnya
bentuk seni kriya wayang itu amat mirip dengan Wayang Golek Purwa Sunda.
Lakon-lakon yang digunakan dalam Wayang Cepak pada umumnya diambil dari cerita
para leluhur Jawa Barat, dan ada juga yang diambil dari Mahabarata.

Wayang Golek Cepak atau Papak
Wayang Golek Cepak ini
pada zaman dulu pernah berkembang di Cirebon dan daerah sekitarnya. Di daerah
itu orang menyelenggarakan pergelaran Wayang Cepak untuk menyambut orang yang
baru memasuki agama Islam, meramaikan upacara khitanan, dan pada upacara potong
gigi atau pangur.
Wayang Cepak mulai
dikenal orang pada masa pemerintahan Gunung Jati (1479-1568). Menurut penuturan
Ki Tanggal Gunawijaya, salah seorang dalang Wayang Cepak di Desa Sumber,
Kecamatan Babakan, Cirebon, Pangeran Sutajaya yang lebih dikenal dengan sebutan
Pangeran Papak, pernah memberikan seperangkat Wayang Golek Cepak kepada Ki
Prengut, dengan pesan untuk digunakan sebagai sarana dakwah agama Islam. Kini
wayang itu tidak berkembang, mungkin karena bentuk wayang itu agak kaku, tidak
seindah Wayang Golek Purwa Sunda.
Wayang Golek
Cepak Tegalan
Kategori: wayang
Elemen Budaya: Ornamen
Provinsi: Jawa Tengah
Asal Daerah: Tegal
Elemen Budaya: Ornamen
Provinsi: Jawa Tengah
Asal Daerah: Tegal
Kota Tegal yang berada di Provinsi Jawa
Tengah pun, memiliki kebudayaan wayang golek, yakni wayang golek cepak tegalan.
Wayang golek cepak tegalan terbuat dari
kayu kedondong jaran. Jenis kayu ini dipilih karena kualitasnya yang bagus dan
memiliki ketahanan prima. Untuk mewarnai wayang ini, pengrajin menggunakan cat
semprot kendaraan roda empat.
Mengenal Budaya dan Sejarah Wayang Golek
Jum'at, 15 Oktober 2010 15:42 WIB | 23.159 Views

1. Asal-usul
Asal mula wayang golek tidak diketahui
secara jelas karena tidak ada keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan.
Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang
golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun demikian, Salmun (1986)
menyebutkan bahwa pada tahun 1583 Masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu
yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari.
Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16
Sunan Kudus membuat bangun `wayang purwo` sejumlah 70 buah dengan cerita Menak yang
diiringi gamelan Salendro. Pertunjukkannya dilakukan pada siang
hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyerupai boneka yang
terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit). Jadi,
seperti golek. Oleh karena itu, disebut sebagai wayang golek.
Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah
ceritera panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon,
wayang golek ini baru ada sejak masa Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati
(1540-1650)). Di sana (di daerah Cirebon) disebut sebagai wayang golek
papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya
datar. Pada zaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi
dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang
dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang
golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang
lahir pada 1840 (Somantri, 1988).
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karang Anyar (Wiranata
Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki
Darman (penyungging wayang kulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru, Ujung
Berung, untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula
berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit. Namun, pada perkembangan
selanjutnya, atas anjuran Dalem, Ki Darman membuat wayang golek yang membulat
tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri
dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek
dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menghubungkan daerah
pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan
menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah orang Sunda pandai mendalang, maka
bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
2. Jenis-jenis Wayang Golek
Ada tiga jenis wayang golek, yaitu: wayang golek cepak, wayang golek purwa, dan wayang golek modern. Wayang golek papak (cepak) terkenal di Cirebon dengan ceritera babad dan legenda serta menggunakan bahasa Cirebon. Wayang golek purwa adalah wayang golek khusus membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda sebagai. Sedangkan, wayang golek modern seperti wayang purwa (ceritanya tentang Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam pementasannya menggunakan listrik untuk membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik tersebut untuk menyesuaikan pertunjukan wayang golek dengan kehidupan modern. Wayang golek modern dirintis oleh R.U. Partasuanda dan dikembangkan oleh Asep Sunandar tahun 1970--1980.
Ada tiga jenis wayang golek, yaitu: wayang golek cepak, wayang golek purwa, dan wayang golek modern. Wayang golek papak (cepak) terkenal di Cirebon dengan ceritera babad dan legenda serta menggunakan bahasa Cirebon. Wayang golek purwa adalah wayang golek khusus membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda sebagai. Sedangkan, wayang golek modern seperti wayang purwa (ceritanya tentang Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam pementasannya menggunakan listrik untuk membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik tersebut untuk menyesuaikan pertunjukan wayang golek dengan kehidupan modern. Wayang golek modern dirintis oleh R.U. Partasuanda dan dikembangkan oleh Asep Sunandar tahun 1970--1980.
3. Pembuatan
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
4. Nilai Budaya
Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati pedalangan yang mengemban kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan "Sapta Sila Kehormatan Seniman Seniwati Pedalangan Jawa Barat". Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Februari 1964 di Bandung. Isinya antara lain sebagai berikut: Satu: Seniman dan seniwati pedalangan adalah seniman sejati sebab itu harus menjaga nilainya. Dua: Mendidik masyarakat. Itulah sebabnya diwajibkan memberi con-toh, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku. Tiga: Juru penerang. Karena itu diwajibkan menyampaikan pesan-pesan atau membantu pemerintah serta menyebarkan segala cita-cita negara bangsanya kepada masyarakat. Empat: Sosial Indonesia. Sebab itu diwajibkan mengukuhi jiwa gotong-royong dalam segala masalah. Lima: Susilawan. Diwajibkan menjaga etika di lingkungan masyarakat. Enam: Mempunyai kepribadian sendiri, maka diwajibkan menjaga kepribadian sendiri dan bangsa. Tujuh: Setiawan. Maka diwajibkan tunduk dan taat, serta menghormati hukum Republik Indonesia, demikian pula terhadap adat-istiadat bangsa.
wayang asli bisa dibeli di mana yaa?
BalasHapus